SDMT dan Pendidikan Karakter (1): Pendidikan Sekolah Tidak Sebatas KBM
Dari jaman CBSA, KBK, KTSP hingga K-13, yang diulek-ulek dari kurikulum yang terus berubah-ubah sesungguhnya tidak lebih soal “kelas” dan KBM.
Berbagai metode dan format dicoba. Dari PAKEM, collaborative, siswa aktif, outdoor, team teaching, hingga yg terbaru kelas berbasis multiple intelligence dan gaya belajar.
Apakah pakar-pakar pendidikan nasional kita adalah produk “kelas” semua? Sehingga berbagai perubahan kurikulum yg dihasilkan tidak akan lepas dari seputar “mengolah kelas”‘.
Aneka nama dipakai dan diganti. Dari pengajaran, berganti menjadi kegiatan belajar mengajar, dan berganti lagi menjadi pembelajaran. Intinya sama, tidak keluar dari mengotak atik KBM. KBM didewakan, KBM dijadikan patokan.
Materinya dimodifikasi dari per mapel jadi semi tematik, diubah lagi jadi murni tematik. Dan entah mau diubah jadi apalagi. Tapi intinya tetap hanya berfokus ke KBM.
BUKALAH PIKIRANMU!
Tidakkah disadari bahwa “pendidikan sekolah” itu tidaklah hanya berpusat di kelas atau jam KBM. Pendidikan sekolah itu ada juga di jam istirahat, di kantin, di lapangan, saat kedatangan, saat olahraga, saat senam. Semua aktivitas itu harus jadi “ajang mendidik”.
Bahkan harus ditambah lagi wahana-wahana lain seperti makan siang, shalat dhuha, shalat zhuhur, kegiatan ekskul, latihan kepanduan, panggung ekspresi, dan seterusnya.
Disitulah anak belajar antri, bekerjasama, buang sampah pada tempatnya, membiasakan ibadah, bermain gembira yang sehat, melatih kekompakan, belajar mandiri, mengelola emosi dari dampak berinteraksi dengan teman, belajar berorganisasi sederhana, dan seterusnya.
Apakah metode mengajar tidak penting?
Tetap penting. Mengajar tetap harus dengan metode yang tepat, kapan induktif, kapan deduktif, kapan banyak latihan, kapan banyak memperagakan, kapan menemukan, kapan menirukan, kapan berdiskusi, kapan menyimpulkan. Semua metode ini perlu dan penting, tapi sejatinya tidak banyak yang harus dirubah dari metode-metode ini. Masing-masing mata pelajaran memiliki karakteristik metodenya sendiri, dan secara umum tidak akan berbeda dari itu.
Yang terpenting, untuk membuat siswa aktif, mandiri, berkarakter, memiliki kemampuan problem solving, dst anak-anak harus diberi wahana yang beragam. Wahana itu tidaklah cukup hanya kelas. Tapi segala aktivitas mereka selama di sekolah, dengan berbagai suasana dan dinamika. Tidak melulu bertumpu pada meja kelas, tapi juga pada antrian makan, meja kantin, bangku teras, sampah bekas jajannya, ucapan dan sapaan, canda dan permainan, bola dan lapangan, taman dan kebun sekolah. Inilah langkah yang lebih nyata membangun karakter anak. Tidak melulu mengotak-atik KBM. Dan fullday school tidak seseram yang dibayangkan. (ISB/SDMT)