Reog Ponorogo: Warisan dan Pelajaran

Ponorogo, sebuah Kabupaten di Jawa Timur, dikenal dengan seni tradisi Reog Ponorogo. Kesenian Reog Ponorogo adalah salah satu warisan budaya yang memiliki filosofis mendalam. Kesenian Reog Ponorogo secara umum menggabungkan berbagai elemen seni, seperti tari, musik, dan teater, yang disusun dalam suatu bentuk pertunjukan yang dinamis dan penuh makna. Dalam setiap pertunjukan, terdapat simbolisme yang mengandung makna mendalam, yang tidak hanya mencerminkan aspek artistik, tetapi juga berbagai nilai budaya dan sosial. dalam pertunjukan Reog Ponorogo terdapat berbagai karakter yang dapat mencerminkan nilai-nilai luhur. Reog Ponorogo sering kali hanya diposisikan sebagai pertunjukan hiburan semata. Padahal, dibalik topeng Barongan, gerakan Warok, dan tarian Jathilan, terdapat narasi simbolik tentang kepemimpinan, kekuatan spiritual, hingga relasi antara manusia dan alam.

Seni tradisional Reog Ponorogo resmi masuk dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda (WBTb) UNESCO, tepatnya dalam kategori In Need of Urgent Safeguarding. Penetapan itu terjadi dalam Sidang Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage Sesi ke-19 yang berlangsung di Asunción, Paraguay, pada Rabu (3/12/2024). Masyarakat Indonesia, terutama warga Ponorogo, patut bangga dengan pengakuan itu. Namun, di balik rasa bangga itu, terselip pertanyaan yang perlu direnungkan bersama: Apakah kita sudah menjadikan Reog sebagai pelajaran hidup bagi generasi muda, atau hanya sekadar kebanggaan sesaat yang hilang seiring waktu?
Reog Sebagai Warisan
Banyak diantara kita menikmati Reog sebagai hiburan. Padahal, nilai-nilai moral dan sosial yang terkandung dalam Reog sejalan dengan tujuan pendidikan nasional: membentuk manusia yang beriman, berakhlak mulia, berpengetahuan, dan bertanggung jawab. Reog membawa warisan nilai. Di dalam setiap pertunjukannya tersimpan pesan tentang keberanian, kedisiplinan, dan kebijaksanaan yang diwariskan turun-temurun.
Masing-masing tokoh dalam Reog membawa makna filosofis. Tokoh Warok, mengajarkan kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab. Sosok Warok dalam tradisi Reog dikenal sebagai penjaga moral masyarakat, seseorang yang tidak boleh berbohong atau bertindak curang. Nilai ini bisa dijadikan contoh nyata dalam pelajaran. Tokoh Klono Sewandono, mengajarkan kepemimpinan yang berimbang antara kekuasaan dan kebijaksanaan. Klonosewandono menjadi simbol bahwa kekuatan tanpa kendali akan membawa kehancuran. Mencerminkan karakter yang menekankan pentingnya pengendalian diri dan kedewasaan emosional. Tokoh Jathil mengajarkan ketangkasan, semangat juang, kedisiplinan. Bujang Ganong mengajarkan kecerdikan, kreativitas, spontanitas yang jujur, dan kemampuan menghibur tanpa melampaui batas.
Reog sebagai Pelajaran
Salah satu tantangan pendidikan modern adalah melemahnya karakter peserta didik. Kemajuan teknologi dan informasi mengikis nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan rasa hormat. Di sinilah Reog Ponorogo dapat berperan. Reog tidak hanya menampilkan seni, tetapi juga mengajarkan nilai karakter yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Keteladanan tokoh-tokoh dalam Reog, seperti keberanian warok dan kedisiplinan jathil, dapat menjadi contoh konkret bagi siswa dalam memahami makna karakter.
Pendidikan memberikan ruang besar bagi sekolah untuk mengembangkan pembelajaran berbasis kearifan lokal. Artinya, Reog Ponorogo dapat dijadikan sumber belajar dalam berbagai mata pelajaran. Dalam pelajaran Seni Budaya, siswa bisa mempelajari gerak tari Reog, alat musik pengiring seperti kendang, gong, dan ketipung, hingga proses pembuatan topeng barongan. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa bisa menulis cerita rakyat atau naskah drama bertema Reog, bahkan menulis refleksi tentang nilai-nilai yang mereka dapatkan dari pertunjukan tersebut. Dalam pelajaran Sejarah Indonesia, guru dapat menjelaskan latar belakang kemunculan Reog Ponorogo.

Pendekatan lintas disiplin semacam ini memperkaya wawasan siswa, dan dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya sendiri. Pendidikan yang berakar pada budaya lokal akan lebih bermakna karena dekat dengan kehidupan peserta didik. Menjadikan Reog sebagai bagian dari pendidikan berarti juga menjaga keberlanjutan budaya. Seni tradisional akan kehilangan pelaku dan penikmatnya apabila tidak ada regenerasi. Perlu kerjasama antara guru, siswa, dan masyarakat agar Reog tetap hidup.
Reog adalah simbol daerah dan cermin semangat kebangsaan. Reog mengingatkan kita pada pentingnya keberanian menjaga identitas. Nilai moral yang terkandung di dalamnya seperti keberanian, berpegang pada kebenaran, dan keteguhan hati dalam menghadapi rintangan merupakan pelajaran berharga yang bisa ditanamkan dalam dunia pendidikan. Melalui pengenalan Reog sejak dini, siswa dapat memahami bahwa karakter yang kuat bisa dibangun lewat teladan budaya.
Pendidikan lewat teladan budaya jauh lebih bermakna daripada sekadar teori di kelas. Anak-anak belajar dengan hati, bukan hanya dengan kepala. Inilah esensi pendidikan: membentuk manusia yang berbudaya, berkarakter, dan berjati diri. Pengakuan UNESCO atas Reog Ponorogo memang sebuah kebanggaan, tetapi kebanggaan itu tidak boleh berhenti di panggung penghargaan. Ia harus diteruskan di ruang-ruang kelas, di hati para guru, dan di semangat para pelajar. Jika Reog hanya disimpan sebagai catatan sejarah, ia akan mati perlahan. Namun, jika Reog dijadikan pelajaran — diajarkan, dipelajari, dan dihidupi — maka ia akan terus hidup, tumbuh, dan memberi makna bagi generasi bangsa. Karena warisan budaya bukanlah yang hanya diakui dunia, melainkan yang diwariskan melalui pendidikan dan dihidupkan dalam jiwa anak bangsa. Jangan biarkan Reog hanya jadi warisan. Jadikan Reog pelajaran.
