Youtube, Guruku Panutanku

IMG-20200116-WA0045

sdmtponorogo.com – Bapak/ibu, pernahkah menemukan anak Anda mengucapkan atau menulis kata-kata kasar? Ada banyak sekali kata-kata yang sebenarnya wajar, namun konotasinya menjadi negatif karena dipakai sebagai umpatan, misalnya kata anjing, asu, bangsat, atau celeng. Padahal “anjing” adalah hewan yang justru dikenal penurut dan penyayang, namun menjadi berkonotasi negatif ketika digunakan sebagai umpatan untuk menghina orang. Begitupun dengan kata “celeng”, celeng adalah babi hutan. Sementara penggunaan kata “bangsat” juga banyak sekali ditemui di internet. Menurut KBBI, kata “bangsat” bermakna orang yang bertabiat jahat.

 

Teknologi informasi kini semakin pesat berkembang. Jika dulu Google masih menjadi primadona masyarakat karena penyediaan informasi yang tak terbatas, maka kini keberadaannya mulai tersaingi oleh Youtube. Dibandingkan Google, Youtube lebih menarik karena menyediakan konten berupa video-video. Banyak informasi yang kini tersedia di Youtube.

 

Bisa dikatakan, Youtube merupakan media sosial yang paling disukai oleh anak-anak kita. Sebagai contoh saja, anak usia balita saat ini bahkan sudah diberi tontonan Youtube, meski itu berupa anime. Hal itu terjadi karena konten di Youtube menarik minat anak-anak tersebut. Maka tak heran jika Youtube menjadi media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia  pada tahun 2019 lalu, mengalahkan Facebook yang lebih dulu menjadi primadona media sosial.

 

Namun sayangnya, orang dewasa seringkali kecolongan. Benar bahwa anak menjadi diam ketika diberi tontonan Youtube, namun anak yang menonton Youtube tanpa dampingan orang tua sangatlah berbahaya. Rasa keingintahuan anak yang besar semakin rawan menjerumuskan anak masuk dalam zona bahaya. Anak bisa saja membuka video-video lain yang belum waktunya ia tonton, atau bahkan tidak tepat untuk menjadi tontonannya. Sebab tak ada dampingan orang tua yang mengontrol, sementara video-video di Youtube bisa dibilang sangat bebas. Maksudnya, ketika kita menonton sebuah video, maka di bawahnya akan muncul pilihan video-video lain.

 

Kembali ke bahasan awal mengenai umpatan “anjing, bangsat, dan celeng”. Banyak ditemukan Youtuber yang menggunakan umpatan kata-kata itu. Padahal, video yang mereka unggah itu bisa dilihat oleh semua pengguna Youtube, tidak memandang usia dan tempat. Jika yang menonton adalah orang dewasa, mungkin masih bisa menyaring bahwa kata-kata itu tidaklah pantas. Namun jika yang menonton itu adalah anak-anak, maka kata-kata itu akan mereka tiru tanpa peduli pantas atau tidaknya. Sebab, bagi mereka itu adalah hal keren karena anak-anak belum bisa membedakan apakah itu baik atau tidak.

 

Ada sedikit cerita, mengenai kata-kata ungkapan yang disebutkan di atas. Kata-kata tersebut ditemukan dalam sebuah kertas coretan anak-anak. Di dalam kertas itu terdapat tulisan yang membuat kening berkerut. Di sana tertulis, “basreng ajg”, “asw”, “bngst”, “gelut ye”. Sekilas saya tahu bahwa itu kata-kata umpatan, karena beberapa kali menemukannya di Instagram atau Youtube, yang parahnya diucapkan atau ditulis dengan begitu ringannya.

 

Saya tanya mereka mengenai maksud kata “Basreng ajg, asw, bngst, dan gelut ye”, seolah-olah saya benar-benar tidak tahu. Mereka pun mengatakan bahwa mereka mendapatkan kata itu dari Youtube tontonan mereka.

“ajg itu apa?”

“Hehe.. anjing, Bu” kata mereka dengan sedikit cengengesan.

Saya pun coba meneliti kertas itu. “Loh, mana gambar anjingnya?” tanya saya lagi memancing mereka.

“Nggak ada, Bu.”

“Lha terus kenapa nulis kata anjing. Kalian pelihara anjing?”

“Hehe .. ya enggak, Bu”

“Basreng? Baso goreng gitu maksudnya?”

Mereka hanya tertawa mendengarnya.

“Terus asw ini singkatan ya? Artinya apa?” tanya saya lagi.

“Asu, Bu, hehe” jawab mereka.

“Ooh, bahasa Jawanya anjing. Kalian suka anjing ya. Kok beberapa kali nulis namanya?”

Saya tanyakan lagi apakah mereka suka menonton Youtube itu. Mereka mengakui bahwa mereka suka menonton, bahkan hapal nama akun serta nama Youtubernya.

 

Itulah sekelumit cerita bersama anak-anak yang notabene masih usia sekolah dasar. Dari sini saya sedikit menyimpulkan bahwa mereka mengenal kata-kata kotor itu bukan lingkungan masyarakat yang berperan besar, tapi tontonan Youtube. Tontonan Youtube yang tanpa dampingan dan kontrol dari orang tua.

 

Nasihat yang diberikan guru dan orang tua yang selalu didengungkan berulang kali untuk berkata-kata yang baik kalah dengan guru dari dimensi lain, yaitu Youtube. Kenapa begitu? Karena Youtube lebih menarik daripada penyampaian orang tua dan guru, sehingga kata-kata yang diucapkan oleh Youtuber di videonya akan sangat mudah mereka ikuti.

 

Dalam masalah ini tidak bisa hanya menyalahkan Youtuber yang sudah membuat video dengan menyelipkan kata-kata kasar. Kita tidak mampu membendung mereka. Yang mungkin sekali kita lakukan adalah dari lingkungan keluarga. Bagaimana lingkungan keluarga mengatur dan mengontrol apa yang boleh ditonton dan tidak oleh anak. Jika memang ingin membiarkan anak melihat Youtube dengan alasan hiburan atau mencari pengetahuan baru, maka perlu bagi orang tua untuk memblokir konten-konten video dalam Youtube yang tidak pantas ditonton oleh anak-anak. Jangan biarkan Youtube menjadi guru panutan bagi anak-anak kita tanpa filter dan kontrol.

 

Anak adalah generasi penerus bangsa ini. Jangan rusak mereka dengan dalih rasa sayang yang pada akhirnya kebablasan. Jika masih kecil saja sudah ringan menggunakan kata-kata kasar, maka bagaimana jika kelak mereka dewasa?!

Related Blogs

Leave us a Comment