5 Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak
- Posted by 4dmin
- Posted in BERITA SEKOLAH
Mendidik dan melejitkan kemampuan anak di era digital menjadi tema pre-launching parenting goes to school yang digelar pada sabtu (30/9) dengan pemateri Arief Budi, M.Psy (clin).MD, seorang psikolog sekaligus motivator muda yang dikenal sebagai problem solver karena kemampuan interpersonalnya menangani berbagai permasalahan kejiwaan anak baik di dalam maupun luar sesi pelatihan.
Bertempat di Gedung Cios UNIDA Ponorogo, seminar tersebut dihadiri oleh seluruh walimurid SDMT Ponorogo dari kelas 1 sampai 6 yang kurang lebih berjumlah 750 orang dengan terbagi menjadi 2 sesion. Selain mengikuti seminar, walimurid yang memiliki masalah dengan pengasuhan anak bisa mengikuti konsultasi intensif bersama Arief Budi yang digelar setelah acara.
Dalam kesempatan tersebut, Arief Budi menegaskan bahwa setiap anak itu dilahirkan unik dan berbeda antara satu dengan yang lain. Sehingga kemampuan dan tipe belajar pada anak pun beragam, ada yang visual, auditori, kinestetik, dan lain-lain. Terlebih anak yang tumbuh di jaman digital seperti saat ini. Tentu tantangan yang dihadapi orang tua semakin besar agar tepat dalam mendidik anak sesuai dengan perkembangan zaman.
Orang tua harus memahami setiap perkembangan zaman dalam mendidik anak. Lebih lanjut, Arief Budi menambahkan untuk tidak pernah memaksakan kehendak pada anak. Anak yang suka mengeksplore kreatifitasnya adalah tanda bahwa anak tersebut normal, sehingga anak jangan dilarang. Anak yang tumbuh di jaman digital memiliki kemampuan menangkap dan gerak yang cepat. Karena mereka terbiasa menonton tontonan yang bergerak cepat pula. Sehingga, orang tua harus memahami hal itu.
Ada beberapa point yang disampaikan lulusan S2 Pendidikan Hypnotherapy University of Philipines itu. Salah satunya yakni pentingnya orang tua menjadi Parental Guide. Artinya, orang tua selalu mendampingi setiap aktivitas anak seperti saat menonton televisi. Dengan begitu, orang tua sekaligus memberikan pemahaman pada anak, sehingga anak akan mengerti, tidak menelan mentah informasi yang didapatnya dari televisi.
Lebih lanjut, Founder Prodigy School itu juga memaparkan tentang kebiasaan orang tua yang salah dalam mendidik anak, antara lain perlunya mengubah kebiasaan orang tua yang seringkali mengkritik, menyalahkan, dan melabeli anak dengan kata-kata seperti nakal, atau bodoh. Kata-kata tersebut akan masuk kedalam otak anak dan menjadi semacam diagnosa yang tertanam dan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan anak.
Selanjutnya, kesalahan kedua yang sering dilakukan orang tua ialah memadamkan prestasi anak. Anak yang berprestasi adalah suatu kebanggaan dan harapan setiap orang tua. Namun seringkali orang tua tanpa sadar telah memadamkannya. Dengan apa? Arief Budi mencontohkannya dalam hal memberi tanggapan ketika diberikan ucapan selamat dari seorang teman mengenai prestasi yang telah diraih anaknya. Orang tua di Indonesia sering merasa malu dan tidak mengakui kerja keras anak, padahal rata-rata orang barat memberikan tanggapan dengan kalimat Ya, saya tahu. Dia sudah bekerja keras. Saya bangga dengan dia mereka cenderung memuji, sehingga anak semakin merasa percaya diri dan merasa kerja kerasnya dihargai.
Kesalahan ketiga yakni pemrograman kata-kata negatif. Maksudnya, ketika anak melakukan sesuatu, maka orang tua memberikan respon kekhawatiran negatif yang berlebihan. Padahal, hal tersebut belum tentu akan terjadi. Sebagai contoh, ketika anak bermain korek api, maka orang tua sudah menunjukkan kekhawatiran dengan mengatakan jangan main korek api, nanti kalau rumahnya terbakar urai psikolog yang pernah tinggal selama 7 tahun di Seoul, Korea itu. Seharusnya orang tua jangan mudah untuk berpikiran negatif, tegurlah anak dengan kata-kata yang baik untuk memahamkan.
Kesalahan keempat yakni seringnya orang tua menguliahi dan memarahi anak. Memberikan ceramah pada anak akan membentuk dirinya melakukan hal yang sama saat tumbuh dewasa. Jadilah orang tua yang memberi contoh dengan tindakan positif, bukan hanya banyak bicara, karena hal itu tidak akan diperhatikan oleh anak.
Kesalahan terakhir yakni terlalu menuruti kemauan anak. Di era digital seperti ini, gawai (gadget) sudah menjadi hal yang tak terpisahkan. Gawai telah mengambil alih kehidupan manusia. Jika zaman dulu, keluarga berkumpul untuk mengobrol bersama, maka sekarang ketika berkumpul, semua sibuk dengan handphone-nya masing-masing. Begitu pula dengan anak, kehidupan anak saat ini dikelilingi dengan gawai. Dengan alasan sayang, orang tua sering membiarkan anaknya bermain gawai hingga menyebabkan kecanduan. Padahal, di dalam gawai itu semua bisa terakses, jika tanpa pengawasan dan batasan dari orang tua, akan berbahaya bagi masa depan anak sendiri.
Arief Budi menekankan untuk tidak memanjakan anak dengan menuruti semua kemauannya termasuk membelikan handphone. Namun hal itu juga dibarengi dengan pola hidup orang tuanya. Orang tua jangan disibukkan dengan handphonenya, berikan waktu untuk anak.
Diakhir, Arief Budi mengingatkan untuk tidak memvonis anak atau menginginkan mereka menjadi seperti kemauan orang tua. Karena setiap anak itu diciptakan unik dan berbeda. (ak/sdmt)