Memprihatinkan! 54% Muslim Tanah Air Buta Huruf Alquran. Apa Kontribusi SDMT?

Artikel – General Manajer Corporate Affairs Asia Pupl & Paper (APP) Sinar Mas, Yuki Wardhana, diterbitkan Jawa Pos Juni 2016 ini, mengutip data statistik BPS 2015 bahwa muslim Indonesia yang masih buta aksara Alquran mencapai 54%. Angka ini tentu sangat besar terlebih jika belum memasukkan siswa ke dalamnya.
Prosentase ini dari tahun ke tahun sangat pesimis untuk kita harapkan menurun. Hal ini mengingat banyaknya faktor yang membuat muslim Indonesia justru semakin “meningkat” buta huruf Alquran alias tidak bisa membaca Alquran.
Diantara faktor itu adalah pertama, sistem pendidikan di Indonesia utamanya di usia dini dan tingkat dasar tidak memberi porsi yang cukup bagi anak-anak mengenal dan belajar membaca Alquran. Pembelajaran membaca Quran terasa hanya dipasrahkan ke madrasah diniyah dan taman pendidikan Quran yang tidak bisa menjamin seluruh anak-anak muslim mendapat “nutrisi” belajar Quran hingga tuntas. Karena sifatnya tidak mengikat, maka banyak sekali anak-anak yang tidak ikut belajar di madrasah diniyah atau taman pendidikan Quran. Andai mereka terdaftar di madrasah itu, kebanyakan mereka tidak aktif dan tuntas mengikuti proses belajar membaca Alquran.
Kedua, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merubah perilaku masyarakat muslim makin jauh dari kebiasaan mengaji (membaca Quran) dan berjamaah di masjid. Waktu antara Maghrib dan Isya tidak lagi digunakan anak-anak untuk belajar mengaji di mushola dan masjid, tetapi asyik menatap televisi, bermain gadget, dan aneka hiburan digital lainnya.
Kontribusi SDMT
Dalam rangka ikut menanggulangi keprihatinan ini, SDMT dengan sangat serius menerapkan program belajar membaca Alquran ini. Dalam seminggu anak-anak ditarget minimal belajar membaca Alquran selama 40 menit secara private. Di SDMT jam pelajaran membaca Alquran atau Iqra itu sebanyak 4 jam per minggu atau 2 kali tatap muka. Tiap tatap muka yang berdurasi 60 menit, seorang guru mengampu 3 anak. Jadi dalam satu tatap muka, masing-masing anak mendapat jatah bimbingan private selama 20 menit, maka dalam seminggu 40 menit.
Dengan intensitas ini, dan pengulangan di rumah, ditargetkan kelas II atau selama 2 tahun, siswa sudah dapat lulus Iqra atau dapat membaca Alquran dengan baik, benar dan lancar.
Untuk terlaksananya program ini, SDMT merekrut hingga 16 guru yang dibagi jadi 2 kelompok guru, untuk kelas I dan II. Satu kelompok yang terdiri dari 8 orang ini masuk sekaligus di satu ruang kelas yang berisi 25 anak. Tentu tidak sedikit biaya yang dikeluarkan. Mencapai hampir 25% dari dana operasional sekolah.
Upaya SDMT ini diharapkan dapat memberikan kontribusi walaupun sedikit kepada pengentasan buta huruf Alquran, dan syukur bisa menjadi inspirasi bagi pemerintah dan pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia untuk menelurkan kebijakan yang menyelamatkan generasi muslim dari buta baca Alquran. (ISB/SDMT)