Budaya Baca vs Budaya Nonton

Beberapa tahun terakhir sehubungan dengan semakin meningkatnya perfilman Indonesia meningkat pula minat masyarakat terhadap film. Tidak hanya film, sinema elektronik (sinetron) dan acara di televisi juga semakin digandrungi masyarakat, ditambah lagi dengan kemajuan gadget yang semakin pesat membuat orang tak lagi merasa kesulitan dan dapat menonton dimana saja. Gadget menyuguhkan semuanya. Menonton memang suatu hal yang asyik untuk dilakukan, bahkan sering membuat terlena karena terlalu asyiknya.
Mirisnya, dibalik meningkatnya budaya nonton dari masyarakat ada budaya lain yang terpuruk. Membaca. Membaca kini menjadi satu kegiatan yang terasa asing. Kegiatan membaca menjadi hal yang sulit untuk dilakukan karena dianggap hal yang kurang menarik dan membosankan. Sepertinya, budaya membaca memang belum tumbuh dengan baik di Indonesia. Hal itu juga disebabkan oleh akses terhadap buku-buku didaerah terpencil yang masih minim. Jika televisi saat ini mampu dijangkau hingga pelosok desa dan sudah menjadi barang elektronik wajib memiliki di setiap rumah, beda halnya dengan buku. Untuk mendapatkan buku-buku bacaan sangat sulit didaerah pelosok desa.
Membaca dan menonton merupakan dua hal yang sebenarnya sama-sama bermanfaat, sama-sama mendatangkan informasi. Namun, ketika dilihat dampak positifnya bagi diri seseorang, tentu saja membaca lebih banyak manfaatnya daripada menonton. Menonton sifatnya pasif dan berdampak pada perkembangan mental yang lemah dan tidak terdidik dengan baik, sedangkan membaca bersifat aktif. Dengan membaca otak juga turut untuk berpikir kritis dan memberikan warna bagi pemikiran, sehingga kreativitas bertambah. Ketika membaca dan mampu memahami halaman per halaman, bagian otak akan mengembangkan fungsi-fungsi lain seperti kemampuan imajinasi, bahasa, dan pembelajaran asosiatif.
Dr.David Niven, seorang psikolog dari Amerika Serikat mengatakan Ketika anda di supermarket, apakah anda membeli sesuatu dari setiap rak? Tentu saja tidak. Anda akan ke rak yang anda inginkan dan melewati rak-rak tidak anda butuhkan. Tetapi ketika menonton televisi, sepertinya kita akan membeli sesuatu dari setiap rak .
Dari pernyataan tersebut dapat dilihat betapa tontonan semuanya akan terserap ketika kita menontonnya. Padahal sebagian besar tontonan adalah hal yang tidak bermanfaat dan lebih bersifat hiburan semata. Tidak ada yang salah dengan menonton, namun alangkah baiknya bila kegiatan tersebut dilakukan secara bijak. Mampu memilah mana tontonan yang mendatangkan manfaat dan tidak. Peran pemerintah dan pekerja media sangat dibutuhkan untuk mengatasi hal tersebut. Perlu untuk belajar dari produksi drama negara korea dan jepang, yaitu memasukkan konten yang berisi kebiasaan-kebiasaan baik. karena tontonan akan mudah diserap dan diikuti. Jika korea selatan selalu memasukkan kebiasaan menggosok gigi di setiap produksi dramanya, maka jepang tak lupa untuk memasukkan kebiasaan membaca buku. Tak jarang kita melihat pemeran dalam drama tersebut selalu membaca buku baik didalam kereta maupun ketika berjalan kaki.
Dewasa ini, membaca juga tidak harus melalui buku, kita bisa memanfaatkan gadget untuk membaca. Banyak buku yang sudah berkonten e-book dan dapat mengaksesnya dengan bebas di internet. Daripada memanfaatkan gadget untuk main game dan chat yang tidak perlu, lebih baik digunakan untuk membaca bacaan yang bermanfaat. Selain mendapatkan ilmu baru, waktu anda tidak akan terbuang sia-sia.
Diimbangi dengan kegiatan membaca. Ketika mendapatkan suatu informasi dari kegiatan menonton, maka orang yang kreatif akan membandingkan dan mencari penyeimbang dari informasi tersebut melalui buku. Saat ini mayoritas film produksi Indonesia adalah adaptasi dari buku, sehingga artinya apa yang dibuat film adalah memfilmkan apa yang ada di dalam buku. Dan tentu saja, film yang berdurasi rata-rata 2 jam tersebut tak akan mampu untuk memotret semua yang tertulis dalam buku. Sehingga lebih bagus ketika membacanya. Pernah suatu ketika penulis menonton sebuah film adaptasi dari sebuah buku. Lalu setelah menonton film tersebut, penulis membaca bukunya. Alangkah buku tersebut terasa lebih asyik untuk diikuti ceritanya. Bahkan penulis merasa kecewa dengan filmnya karena banyak sekali adegan dalam buku tersebut yang tidak ada dalam film. (ak/sdmt)